Alkisah disebuah desa ada seorang anak yang sering menggerutu dan marah-marah. dia selalu bersikap seperti itu terhadap peristiwa baik maupun buruk yang menimpa dirinya, bahkan suatu kejadian yang baik maupun buruk, dilihat maupun didengarnya, secara langsung maupun tidak langsung, selalu di komentarinya dengan negatif. Bila ia diperingati oleh orang yang di hormati seperti kepala desa, guru maupun orangtuanya ia akan menggerutu dan berkata "sial-sial, hari ini benar-benar hari yang menyebalkan".
Pada suatu hari si anak penggerutu itu pergi bersama ayahnya menuju desa tetangga untuk menemui sanak saudara mereka disana, ditengah perjalanan mereka melewati sebuah sungai dengan jembatan. Tiba-tiba si anak terpeleset dan jatuh kesungai, ayahnya dengan sigap meloncat kedalam arus yang deras itu dan berhasil menyelamatkan anaknya.
Setelah sampai ditepi sungai si anak yang banyak menelan air tadi nafasnya mulai terengah-engah dan disertai batuk. Kemudian si anak bertanya kepada ayahnya. "Ayah ! mengapa perlu waktu yang lama untuk menyelematkan saya !" katanya, "apakah ayah ingin membiarkan saya mati tenggelam !?" lanjutnya. si ayah terperanjat mendengar kata-kata anaknya sedangkan si anak terus melakukan apa yang dilakukan oleh seorang penggerutu yaitu terus mengomel. Akhirnya ayahnya dengan sikap tenang dan pasrah mengajak anaknya untuk kembali pulang, mereka berdua berjalan dengan tenang, si ayah yang berjalan didepan seolah-olah tak terjadi apa-apa sedangkan si anak yang berjalan dibelakang terus mengomel disepanjang jalan.
Setelah sampai dirumah, mereka berdua membersihkan diri dan berganti pakaian, lalu sang ayah mengambil selembar kertas putih, kemudian membuat suatu titik kecil hitam ditengah dengan tinta, kemudian si ayah memanggil anaknya dan bertanya "anakku coba katakan apa yang kau lihat dari kertas ini." "HITAM !" jawab anaknya, kemudian ayahnya berkata "anakku mengapa engkau seperti itu? di kertas ini lebih banyak putihnya daripada hitamnya, mengapa kau selalu begitu." "mengapa pula kau dengan mudah melihat hal-hal buruk pada orang lain, namun mengapa kau tak pernah melihat kebaikkannya." "anakku sayang, berubahlah"
anaknya terperangah dan malu mendengar nasehat ayahnya, kemudian dia merubah sudut pandangnya sedikit demi sedikit untuk melihat kebaikan dari semua peristiwa bukan pada keburukannya dan akhirnya ia menjadi orang bijak di desa tersebut. (SPP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar