KAMI MEMANG BUKAN YANG TERBESAR, TAPI KAMI AKAN BERUSAHA UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. SALAM SERIKAT PEGAWAI PINDAD

Sabtu, 12 Juni 2010

Mengembangkan Model Kompetensi yang Strategis

Di era kapital intelektual ini, siapa yang tidak mengenal konsep "kompetensi"? Sebagaimana terungkap dalam survei yang pernah dilakukan American Compensation Association (ACA) di tahun 1996, banyak perusahaan meyakini kompetensi sebagai alat yang ampuh untuk meningkatkan kinerja karyawan, mengkomunikasikan nilai-nilai budaya, dan lebih jauh, membantu implementasi strategi perusahaan.
Ironisnya, tidak sedikit perusahaan yang kecewa karena lebih banyak merasakan hambatan dalam implementasi kompetensi, daripada manfaatnya. Alasan yang antara lain dikemukakan adalah kebanyakan model kompetensi "bicara dalam bahasa SDM/psikologi", sulit dipahami, dan kurang terlihat kaitannya dengan bisnis perusahaan (studi Watson Wyatt, 2001).
Apakah fakta di atas menunjukkan bahwa kompetensi merupakan konsep manajemen masa kini yang - sebagaimana terjadi pada banyak konsep manajemen lain - akan 'kehilangan masa'-nya? Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pastikan bahwa pengembangan kompetensi di perusahaan Anda telah melewati keempat langkah kunci di bawah:
LANGKAH 1 KLARIFIKASI STRATEGI BISNIS
Tak jarang ditemui, dengan alasan efisiensi, perusahaan memilih cara instant membangun model kompetensi dengan langsung mengadopsi "kamus kompetensi" yang siap pakai dan banyak beredar di pasaran, tanpa mengkaji ulang relevansinya dengan strategi perusahaan. Inisiatif ini jelas menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Tapi bayangkanlah bila semua perusahaan melakukan hal yang sama - keunggulan kompetitif apa yang bisa dicapai perusahaan melalui karyawan-karyawan yang memiliki kompetensi yang generic (alias sami mawon dengan karyawan-karyawan perusahaan kompetitor)?
Pastikan bahwa pengembangan kompetensi dimulai dengan mengklarifikasi strategi bisnis perusahaan. Apa tema strategi yang menjadi intensi perusahaan Anda: Orientasi pada layanan pelanggan? Fokus pada pelanggan tertentu? Reduksi biaya? Produk berkualitas dengan harga premium? Perpaduan dari tema-tema tersebut?
LANGKAH 2 IDENTIFIKASI KAPABILITAS ORGANISASI
Merupakan langkah penghubung antara strategi bisnis perusahaan dengan model kompetensi yang hendak dibangun. Katakanlah perusahaan "X" yang bergerak di bidang jasa keuangan mempunyai sasaran bisnis "mencapai pertumbuhan laba dari tahun ke tahun melalui peningkatan layanan pelanggan". Pencapaian "peningkatan layanan pelanggan" tersebut tentunya harus didukung dengan kapabilitas-kapabilitas organisasi tertentu, misalnya: riset pemasaran dan pengembangan produk yang inovatif.
Bergerak di industri yang sama dengan "X" dan dengan tema strategi yang hamper serupa, perusahaan lain mungkin saja mensyaratkan kapabilitas organisasi yang berbeda. Perusahaan "Y", misalnya, memilih manajemen hubungan pelanggan yang didukung teknologi informasi yang memungkinkan cakupan pelanggan yang luas sebagai kapabilitas yang lebih perlu dimiliki.
Intinya, tentukan kapabilitas organisasi yang unik untuk mendukung strategi perusahaan Anda. Tidak perlu melibatkan semua kapabilitas organisasi, melainkan fokuskan pada beberapa kapabilitas saja yang sungguh-sungguh bernilai strategis dan menunjukkan kesenjangan paling besar dengan kinerja yang diinginkan. Perlu diingat untuk selanjutnya meninjau-ulang kapabilitas yang telah diidentifikasi ini secara periodik, karena bukannya tidak mungkin pada periode-periode selanjutnya perlu perubahan prioritas kapabilitas organisasi.
LANGKAH 3 IDENTIFIKASI DAN KEMBANGKAN MODEL KOMPETENSI
Sebagaimana halnya kapabilitas organisasi diturunkan dari strategi perusahaan, demikian pula halnya model kompetensi hendaknya diturunkan secara langsung dari kapabilitas organisasi yang telah diidentifikasi. Singkatnya, yang perlu diidentifikasi pada langkah ini adalah pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku karyawan yang relevan dengan tuntutan kapabilitas organisasi. Kembali ke contoh perusahaan "X", untuk memungkinkan pengembangan produk yang inovatif, dibutuhkan kompetensi- kompetensi seperti: pengetahuan produk, pemahaman pasar target, inovasi, dan kreatifitas.
Proses pengembangan model kompetensi dilanjutkan dengan melengkapi kompetensi-kompetensi yang telah diidentifikasi tadi dengan definisi dan tingkatan- tingkatan pencapaian (misalnya, skala 1-5). Lebih jauh, kelompokkan kompetensi dalam kategori kompetensi inti (berlaku untuk semua fungsi dan posisi), manajerial, dan fungsional (berlaku untuk fungsi-fungsi tertentu saja). Petakan dengan jabatanjabatan di organisasi dan sertai dengan tingkatan minimum yang dipersyaratkan untuk tiap kompetensi.
Yang perlu dicatat, hindari kompetensikompetensi yang lebih merupakan atribut personal, seperti integritas, nilai moral, kejujuran. Bukan saja karena jenis kompetensi ini sulit diukur maupun dikembangkan, tetapi terutama karena kekurang-terkaitannya dengan kapabilitas organisasi secara langsung.
LANGKAH 4 IMPLEMENTASIKAN DALAM APLIKASI KAPITAL MANUSIA
Bila aksi yang Anda tuju adalah memanjat pohon, tindakan apakah yang Anda pilih: me-"rekrut" seekor tupai, atau melatih seekor ayam untuk bisa memanjat pohon? Akan lebih bijaksana bila memilih alternative yang pertama, tentunya!
Analogi di atas berlaku dalam implementasi model kompetensi. Pada proses rekrutmen dan seleksi, prioritaskan pada kompetensi-kompetensi yang sulit dikembangkan (untrainable). Untuk seleksi calon tenaga penjual, misalnya, ketrampilan interpersonal sebaiknya menjadi salah satu kriteria seleksi karena relatif sulit dikembangkan (daripada pengetahuan produk, misalnya).
Selanjutnya, gunakan model kompetensi yang sudah dipetakan ke tiap jabatan (dan lebih bersifat trainable) sebagai basis pelatihan dan pengembangan karyawan. Monitor pencapaiannya dengan mengintegrasikan model kompetensi dengan system manajemen kinerja. Lebih jauh, model kompetensi bahkan dapat diterapkan pada aplikasi kapital manusia lain dan menjadi basis dari berbagai keputusan: perencanaan karir/suksesi, asesmen, bahkan kompensasi. Apapun aplikasinya, pastikan bahwa model kompetensi yang telah dibangun dapat "bekerja" melalui integrasinya dengan proses internal perusahaan, yang dalam hal ini adalah proses dan kebijakan kapital manusia.
Kesimpulannya, rasanya tidak ada yang salah dengan konsep kompetensi itu sendiri. Hanya saja perlu dihayati bahwa kompetensi pada dasarnya "cuma" sebuah alat. Sejauh mana alat ini mampu menunjukkan manfaat strategis, tentunya tergantung pada kejelian si pengguna alat dalam mengoptimalkan efektifitasnya melalui empat langkah di atas!

* Lisa E. Dewi adalah Human Capital Group Consultant di Watson Wyatt. (SPP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar