Oleh: Riyanto Suwito
Menurut hasil penelitian Roger Sperry (dalam Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy - 2003) pada tahun 1960-an, kita mengenal adanya dua hemisfir otak, hemisfir kiri dan kanan, yang mempunyai struktur yang berbeda. Perbandingannya adalah sebagai berikut:
OTAK KIRI
• Hal-hal yang berurutan
• Detail ke global
• Membaca berdasar pada fonetik
• Kata-kata, simbol, dan huruf
• Terstruktur, dapat diprediksi
• Fokus internal
• Informasi yang faktual
OTAK KANAN
• Acak/random
• Global ke detail
• Membaca menyeluruh
• Gambar dan grafik
• Melihat dulu atau mengalami sesuatu
• Belajar spontan dan alamiah
• Fokus eksternal
Jadi jelas bahwa struktur dan fugsi keduanya memang berbeda. Masalahnya terjadi ketika kita cenderung dominant pada salah satunya. Idealnya, manusia menggunakan keduanya secara maksimal dan berimbang – tetapi sangat langka manusia yang mampu menjadi demikian – meskipun hal tersebut bisa dipelajari.
Para entrepreneur atau wirausahawan sering diidentikkan dengan orang yang memiliki kecenderungan otak kanan. Mereka dianggap lebih kreatif dan fleksibel serta memiliki visi yang kuat. Lantas bagaimana dengan orang yang memiliki kecenderungan otak kiri? Apakah mereka bisa dan boleh menjadi seorang wirausahawan? Tentu saja bisa dan boleh! Tergantung seberapa besar keinginan seseorang tersebut.
Kendala yang harus dihadapi memang seringkali lebih besar dibandingkan dengan orang yang berkecenderungan otak kanan – terlebih dalam pengambilan keputusan bisnis yang berisiko – dan seringkali tidak cukup data yang bisa menjadi referensinya.
Karena sejatinya sebuah bisnis adalah permainan pengambilan keputusan pada probabilitas antara peluang dan ancaman – antara keuntungan dan kerugian. Tidak ada hal yang pasti dalam bisnis selain ketidakpastian. Ini adalah masalah besar dan serius bagi seseorang dengan otak kiri.
Bagaimana mungkin bisa mengambil keputusan yang jelas-jelas tidak masuk dalam “logika berfikirnya”…? Ada sebuah nasehat dari wirausahawan sukses dari Jogja dan pemilik Grup Primagama, yaitu Purdhie E. Chandra, “kalau anda ingin memulai bisnis tinggalkan semua pengetahuan yang dimiliki – gunakan jika kita sudah berada dalam bisnis…!?”. Nasehat ini sangat bermanfaat terbukti banyak yang berhasil dimentor secara pribadi maupun melalui EU (Entrepreneurship University) oleh beliau dan menjadi pengusaha sukses, salah satunya yang cukup fenomenal di Yogyakarta yaitu Melia Laundry.
Tetapi menurut saya, yang kebetulan lebih dominant otak kiri sebagai akibat dari pendidikan sebagai sarjana ekonomi jurusan akuntansi – tentu tidak mudah untuk berpura-pura tidak tahu apa-apa, padahal kita tahu..!? dan tidak mudah lagi ketika hal tersebut masih ditambah dengan berbagai kegagalan bisnis yang saya alami. Sehingga kepercayaan diri (self confidence) saya semakin terkoyak dan babak-belur. Lebih sulit lagi untuk memulai kembali dan bangkit dari keterpurukan. Belum lagi ditambah beban moral saya sebagai seorang pengajar dan pendidik (dosen, guru, trainer dan konsultan) … wah betapa malunya..?!!
Tetapi dari hal tersebut saya memetik sebuah pelajaran berharga dalam pengambilan keputusan bisnis bagi orang dengan otak kiri seperti berikut ini, “Jika kita tidak memiliki cukup data dan fakta yang mendukung – percayai intuisi kita. Akan tetapi jika kita tahu ada data dan fakta yang tersembunyi – cari dan gunakan hal tersebut sebagai alat pengambilan keputusan”.
Dalam hal ini saya terinspirasi oleh ucapan Gandalf (Dalam Lord of The Rings – Trilogy) ketika ditanya mengapa ia menunjukkan jalan satunya yang harus diambil (bukan yang lainnya) diantara dua lorong padahal ia tidak mengetahuinya - ia berkata (setelah mengendus-endus seperti mencium sesuatu), ”hidungku mengatakan bahwa kita harus menuju kesana…” dan ia melanjutkan dengan mengatakan, “bahkan orang paling bijak sekalipun tidak pernah tahu akhir dari semuanya”.
Ini membuat saya lega, karena saya tidak harus berpura-pura tidak tahu apapun - tetapi juga menjadi percaya diri untuk mempercayai “hidung” saya ketika mata ini tertutupi oleh “kegelapan”.
Dan ini juga berarti bahwa kita tidak harus mengakui dengan terpaksa bahwa kita “kosong-melompong” – karena ini akan sangat menyakitkan – bagi harga diri orang yang sedikit banyak telah memiliki “sesuatu dalam kepalanya”. Namun, jika anda melakukan dengan cara yang terbalik atau setengah-setengah – maka bersiaplah untuk menuai kegagalan. Tidak percaya..?!! selamat mencoba.
*) Riyanto B. Suwito – entrepreneur, dosen, trainer dan penggiat pemberdayaan masyarakat. Saat ini aktif di PKPEK-Yogyakarta. Bisa dihubungi melalui hp: 081 227 12426, email:riyantosuwito@gmail.com atau berkunjung ke blog di: http://riyantosuwito.wordpress.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar