Oleh: Victor Asih
Beli Gincu dapat Apel? Apakah merupakan suatu musibah atau anugerah? Simak kisah nyata yang pernah saya alami dan petik manfaatnya sebagai tambahan motivitamin bagi kehidupan anda.
Sekitar 4 tahun yang lalu saya membeli sebuah pohon mangga cangkokan dengan harga yang cukup tinggi. Saya menanamnya ditengah halaman depan rumah. Yang saya beli adalah pohon mangga jenis Gedong Gincu asal Indramayu yang terkenal dengan rasa manisnya yang khas dan warnanya yang merah mencolok seperti gincu atau pemerah bibir (lipstick). Mangga jenis ini harganya relatif paling mahal dibandingkan dengan jenis mangga lokal lainnya. Harganya per kilogram bisa mencapai 25.000 sampai 40.000 rupiah.
Saya menanamnya dengan suatu harapan suatu nanti setiap tahun akan dapat menikmati panen buah mangga gedong gincu yang menjadi buah mangga kesukaan saya. Bukankah buah mangga yang diperoleh dari pohon yang ditanam sendiri akan terasa lebih nikmat dari pada mangga yang dibeli di pasar.
Pada bulan-bulan pertama pohon ini tumbuh subur berdaun sangat lebat tetapi tidak berbuah. Teman-teman dan saudara yang berkunjung ke rumah saya pada saat melihat pohon mangga itu berkomentar bahwa pohon itu tidak akan berbuah. Mereka juga menceritakan pengalaman. Mereka telah sering membeli pohon mangga cangkokan yang walau pun telah berbuah saat dibeli, tetapi tidak pernah berbuah lagi setelah ditanam di rumah. Hanya berdaun lebat saja sampai bertahun-tahun.
“Sebaiknya ditebang saja, diganti pohon lain yang mudah berbuah”, saran mereka.
Setelah ditunggu dengan penuh kesabaran selama setahun, ternyata pohon itu mulai berbunga dan lalu berbuah. Saya merasa sangat bahagia dan mulai timbul suatu harapan baru.
Tetapi beberapa saat kemudian saya merasa sangat kecewa setelah mengetahui bahwa saya telah dibohongi oleh penjual pohon mangga. Ternyata pohon yang saya tanam bukan pohon mangga Gedong Gincu, tetapi pohon mangga Gedong Apel yang buahnya berbentuk bulat seperti buah Apel.
Mangga Gedong Apel ini memang mirip bentuknya seperti mangga Gedong Gincu. Yang membedakan adalah rasa buahnya yang masam kecut, serat buah yang lebih halus, dan bentuk yang lebih bulat seperti buah apel.
Pupus sudah harapan saya memiliki pohon mangga Gedong Gincu. Perasaan sangat kesal dan kecewa timbul dalam hati saya, setelah sekian lama bersabar menunggu pohon itu berbuah.
Ingin rasanya saya marah-marah dan memaki penjual pohon mangga yang sekarang entah berada di mana. Mengingat selama setahun saya telah merawat pohon mangga tersebut dengan penuh perhatian, memberinya pupuk, menyiraminya, dengan harapan memiliki pohon berbuah mangga Gedong Gincu yang menjadi buah mangga favorit saya.
Sempat terpikir, untuk menebang pohon itu dan menggantinya dengan pohon buah yang lain. Tetapi kemudian terlintas dalam pikiran saya bahwa hal ini terjadi bukan karena kesalahan pohon mangga tersebut. Dia juga makhluk hidup yang ingin tumbuh dan berkembang. Kasihan kalau ditebang.
Mungkin anda berpendapat, “Pohon mangga saja kok dikasihani?”.
Tetapi itulah diri saya, senang mengasihi, termasuk kepada hewan mau pun tanaman.
Apakah mungkin karena saya diberi nama Victor Asih, ya?
“Nama yang agak aneh”, kata beberapa orang yang bingung menebak apakah ini adalah nama pria atau wanita.
Mungkin, harapan orang tua saya yang memberi nama itu, adalah supaya kelak saya menjadi orang yang penuh welas asih terhadap semua makhluk hidup?
Akhirnya, saya memutuskan untuk membiarkan pohon mangga itu tetap tumbuh subur di tengah-tengah halaman depan rumah. Saya tetap merawatnya dengan baik. Saya tetap memberinya pupuk, menyiraminya, dan terkadang menyiraminya dengan sisa air minum susu yang tidak dihabiskan oleh putri kecil saya yang cantik dan lucu.
Pada akhirnya saya hanya dapat menikmati indahnya puluhan buah mangga Gedong Apel yang berwarna merah mencolok seperti gincu dan berbentuk seperti apel bergelantungan di pohon. Pemandangan yang begitu indah dilihat, bisa meredakan pikiran yang kusut, dan terlihat menggiurkan untuk dipetik dan disantap.
Tetapi buah mangga tersebut tidak pernah saya petik, karena saya pernah merasakan masam kecutnya mangga yang saya petik. Untuk dibuat rujak pun rasanya masih terlalu masam.
Sampai pada suatu saat, buah-buah mangga Gedong Apel itu berjatuhan sendiri karena sudah terlalu matang di pohon. Saya mengambil buah-buah mangga yang berjatuhan dan menyimpannya di lemari pendingin. Buah mangga itu saya berikan pada siapa pun yang mau menerimanya.
Suatu saat saya terkejut saat mengetahui bahwa orang-orang yang telah memakan buah mangga tersebut berkata bahwa buah mangganya sangat manis sekali dan begitu enak sekali rasanya. Rasanya sangat unik dan lezat.
Saya lalu menjadi penasaran untuk mencoba memakannya lagi. Ternyata memang benar! Rasanya sangat manis lezat. Rasanya lebih unik daripada mangga Gedong Gincu yang biasa saya beli di pasar swalayan.
Tetapi anehnya, kalau buah mangga yang dipetik sewaktu masih bergelantungan di pohon akan terasa masam kecut walau pun sudah terlihat masak berwarna kuning kemerahan. Tetapi kalau buah mangga yang terjatuh sendiri dari pohon karena terlalu masak terasa sangat manis dan lembut daging buahnya.
Maka saya hanya menunggu buah mangga terjatuh sendiri untuk dapat menyantap buah mangga yang lezat. Untungnya, pohon itu berbuah lebat, sehingga saya tidak harus menunggu lama pasti selalu ada buah yang terjatuh karena telah terlalu masak.
Sekarang pohon itu membuat halaman rumah saya semakin teduh. Dia berbuah lebat walau pun pohonnya tidak besar dan tingginya pun hanya sekitar 3 meter saja. Hampir selalu berbunga dan berbuah terus menerus sepanjang tahun tidak mengenal musim.
Melalui jendela ruang kerja saya, saya bisa merasakan keteduhan menatap pohon mangga Gedong Apel sambil mengetik artikel ini di komputer notebook saya. Buah-buah mangga cantik yang bergantungan merupakan pemandangan indah yang menyenangkan hati. Saya bersyukur karena dahulu saya tidak menebang pohon mangga tersebut pada saat saya merasa kecewa dengan buahnya.
Saya mengambil suatu pelajaran berharga dari apa yang telah saya alami, bahwa “Semua akan menjadi indah tepat pada waktunya jika kita selalu berusaha memberi yg terbaik”. Seperti buah mangga Gedong Apel tadi yang menjadi sangat manis dan lezat tepat pada waktunya setelah menjadi masak dan terjatuh dari pohonnya.
Mungkin saja saat ini anda sedang mengalami persoalan hidup yang membuat anda kecewa dan sakit hati karena tidak sesuai dengan harapan anda. Tetapi tetaplah anda berusaha memberikan yang terbaik dengan hati yang ikhlas!
Jangan melihat hasil yang diperoleh saat ini, karena semua akan menjadi indah tepat pada waktunya. Semua bisa berubah!
Apa yang kita tabur akan kita tuai. Apa yang telah kita “tanam” tidak akan menjadi sia-sia asalkan kita mau bertekun dalam memberi yang terbaik dengan hati yang ikhlas.
*) Victor Asih, Founder Sekolah Bisnis Gratis USB, Mentor Entrepreneur, Inspirator, Motivator, Software Engineer, Information Technology & Business Consultant, Kolumnis, Penulis Buku Unik Bestseller “8 Langkah Ajaib Menuju ke Langit”. Penulis bisa dihubungi melalui email victorasih@yahoo.co.id atau website www.usbschool.com atau blog usbschool.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar