KAMI MEMANG BUKAN YANG TERBESAR, TAPI KAMI AKAN BERUSAHA UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. SALAM SERIKAT PEGAWAI PINDAD

Minggu, 25 April 2010

Negeri Minus Optimisme

OPTIMISME sejatinya adalah sifat manusia. Optimisme adalah alasan yang membuat hidup bermakna, bergairah, dan berarti.

Sebuah kritik yang pedas dan mengkhawatirkan adalah bahwa Indonesia merupakan negara yang telah kehilangan banyak alasan optimisme. Salah satu indikatornya adalah dominasi berita buruk di media massa yang meluas dan konstan. Sulit menemukan berita bagus dan menjanjikan.

Hal ini tidak semata karena pers terbelenggu pada nafsu bad news is good news. Tetapi bad news tidak pernah surut dominasi kehadirannya sebagai fakta. Dan good news bukannya ditenggelamkan oleh bad news, tetapi memang sedikit sekali ada dan faktual.

Masih adakah ruang bagi publik di Indonesia untuk bersikap optimistis? Jangan-jangan publik tak memiliki optimisme lagi, terlebih ketika mereka menyaksikan lakon di panggung hukum negeri ini, akhir-akhir ini.

Tengoklah dalam kasus mafia hukum dan korupsi, betapa elite lembaga hukum yang seharusnya menegakkan hukum justru menerabas hukum. Polisi, pengacara, jaksa, dan hakim menjadi aktor sekaligus sutradara drama mafia hukum dan korupsi yang sistemik.

Jika sifat sistemik dalam kasus bailout Bank Century masih menjadi perdebatan, sifat sistemik mafia hukum dan korupsi di kalangan elite penegak hukum sudah eksak, tidak ada perdebatan lagi di dalamnya. Praktik mafia hukum dan korupsi yang sistemik seperti inilah yang telah menggeser ruang optimisme publik menuju jurang pesimisme. Berbagai survei menunjukkan tingkat kepercayaan publik terhadap penegak hukum dan penegakan hukum menurun.

Peristiwa mutakhir yang melunturkan optimisme publik adalah huru-hara Tanjung Priok. Publik pesimistis dengan kemampuan pemimpin mereka dalam bernegosiasi, berkomunikasi, dan berempati dengan sensitivitas dan sentimen keagamaan massa. Sungguh sebuah ironi ketika pemimpin tak berani berkomunikasi dengan rakyatnya sendiri. Elite pemerintah baru piawai bernegosiasi ketika korban tewas maupun luka telanjur berjatuhan.

Bagian yang masih menyisakan sejumput optimisme pada publik barangkali hanya bidang ekonomi. Survei Gallup mencatat optimisme publik terhadap kondisi ekonomi di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2006, hanya 24% yang percaya kondisi ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Pada 2007, rakyat Indonesia yang percaya kondisi ekonomi dalam keadaan baik meningkat menjadi 36%.

Nilai rupiah juga terus menguat di kisaran 9.000 per dolar AS. Hanya, Gustav Papanek, Profesor Emeritus Ekonomi Boston University, memperingatkan penguatan rupiah membuat Indonesia tidak kompetitif.

Akan tetapi, optimisme publik terhadap kondisi ekonomi bisa berbalik menjadi pesimisme jika hukum tidak tegak dan huru-hara membara sewaktu-waktu. Bukankah kemajuan ekonomi mensyaratkan kepastian hukum dan ketertiban sosial-politik?

Oleh karena itu, pemimpin tertinggi negeri ini harus mengembalikan optimisme publik melalui penegakan hukum dan tertib sosial-politik secara sungguh-sungguh, cepat, dan komprehensif. Jika tidak, publik kehilangan kesabaran dan boleh jadi akan merebut optimisme itu melalui caranya sendiri. Revolusi, kata orang. Metrotv.news (SPP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar