KAMI MEMANG BUKAN YANG TERBESAR, TAPI KAMI AKAN BERUSAHA UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. SALAM SERIKAT PEGAWAI PINDAD

Rabu, 21 April 2010

Mengoptimalkan Rotasi dalam Pengembangan Karyawan

Ada anggapan di kalangan karyawan yang memandang apabila seseorang dirotasikan berarti karyawan tersebut akan menjalani satu dari dua kemungkinan: promosi atau mutasi. Padahal bagi pihak manajemen hal tersebut sangat lumrah dan merupakan bagian dari employee development.Ada banyak cara yang dilakukan perusahaan untuk mengembangkan karyawan. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan rotasi. Malah di perusahaan yang termasuk dalam corporate group, biasanya karyawan dirotasikan tidak lagi antar divisi melainkan antar perusahaan yang tergabung dalam corporate group tersebut. Struktur perusahaan yang memiliki lebih dari satu bidang usaha bila kita sadari merupakan sebuah keuntungan karena perusahaan dapat lebih leluasa dalam menempatkan karyawannya.

Tentu saja hal ini ada syaratnya. Tiap perusahaan yang tergabung dalam group corporate tersebut harus memiliki sistem yang baik. Dalam hal ini kita bisa melihat ke grup Astra. Selama ini kita mengenal Astra sebagai group corporate yang memiliki sistem yang bagus sehingga mereka dapat mengoptimalkan sistem tersebut untuk mendukung program employee development mereka. Hal ini membuat rotasi karyawan dapat berjalan dengan lancar.

Saat dimintai pendapatnya mengenai hal ini, Sapta Putra Yadi, Vice President-Corporate Human Resources PT. Medco Energi International Tbk., mengungkapkan bahwa rotasi merupakan salah satu jalan untuk mengembangkan potensi karyawan dan untuk mengukur siapa-siapa saja calon yang akan duduk di posisi puncak.

“Karena tujuannya yang lebih banyak untuk mengukur pantas tidaknya seseorang untuk ke atas, menurut saya rotasi cukup efektif. Kalau dia di atas kan harus memimpin bermacam-macam fungsi. Nah, kalau dia tidak pernah mencoba fungsi-fungsi di luar yang sudah dia kuasai, kan kita tidak bisa mengukur kemampuan dia bagaimana. Leadershipnya, kemampuan manajerialnya bagaimana, ini mesti dukur melalui proses seperti itu”, ujar Sapta.
Sementara itu Yulia Yasmina, Senior Manager Human Performance PT Accenture punya pendapat berbeda. “Kita lihat dulu objektinya untuk apa. Dibilang untuk pengembangan performance sebenarnya masih belum cukup”, kata Yulia.

Dalam pengembangan karyawan di PT Accenture, Yulia melihatnya berdasarkan dua sudut pandang. “Pertama, kalau orang itu akan didevelop sebagai seorang generalis, ujungnya nanti kan menjadi leader di perusahaan. Karena itu pola pengembangannya bisa dirotasi dengan tujuan agar dia punya exposure ke pekerjaan-pekerjaan yang berbeda-beda”, tambahnya.

Tapi menurutnya lagi, rotasi tidak tepat bila digunakan untuk mendevelop seseorang bila tujuannya menajdi spesialis. “Tapi kalau talent managementnya ingin orang itu diarahkan ke suatu yang spesifik atau ujungnya menjadi spesialis, rotasi bukan cara pengembangan yang baik untuk dia. Justru dia harus didevelop, dipertajam lagi dia mau jadi spesialis apa. Jadi di enhanced, tapi tetap di areanya dia”.

Memetakan Potensi, Performa dan Kinerja

Untuk menentukan siapa-siapa saja karyawan yang akan dikembangkan lebih jauh, Sapta Putra Yadi memiliki program tersendiri. Pertama, ia membuat list posisi-posisi apa saja yang bisa dipakai untuk rotasi. “Di dalam banyak perusahaan, biasanya yang sering dipakai itu HR manager. Misalnya seseorang berbakat di engineering kemudian ditaruh jadi HR manager selama dua tahun. Tidak harus jadi manager, mungkin bisa jadi staf dulu. Jadi ada proses zigzag yang membuat mereka menuju ke atas”.
Rata-rata, karyawan yang ditempatkan di suatu posisi dalam proses rotasi jangka waktunya dua atau tiga tahun. Setahun pertama merupakan masa pengenalan situasi bagi si karyawan di posisi tersebut. Sehingga di tahun kedua diharapkan dia dapat mendevelop sesuatu yang meaningful. “Yang kira-kira bisa meninggalkan jejak dalam arti sesuatu yang mengingatkan orang. Sehingga sewaktu dia pindah ke tempat lain dia juga meninggalkan jejak baru yang membuat orang berpikir kalau dia pantas jadi leader”, jelasnya.

Tahap kedua adalah menentukan siapa saja karyawan-karyawan yang memiliki talent yang akan disertakan dalam proses pengembangan lebih lanjut. “Kita identifikasi mereka dengan kita kirim ke assessment centre. Kemudian kita lihat hasilnya. Nanti hasil ini kita combine dengan catatan-catatan pengalaman performance untuk kemudian kita bikin petanya”, terang pria kelahiran Jambi 20 Mei 1954 ini.

Sapta menambahkan bahwa dalam peta ini ada dua aspek yang diukur. Pertama yaitu potensi si karyawan. Sedangkan yang kedua adalah catatan performa dan kinerjanya. “Nanti ada low, medium, high. Kalau keduanya high, dialah yang disebut talent tadi. Biasanya ini yang disertakan dalam proses development lebih lanjut”. Saat ini, Medco Energi sedang mengerjakan peta tersebut. Sapta berharap bulan Agustus ini akan mendapatkan hasilnya.

Sementara itu PT Accenture memiliki cara yang berbeda dalam mengembangkan karyawannya. “Kita nggak dua-duanya juga karena kan kita konsultan. Di sini levelnya ada analyst, consultant, manager, senior manager, senior executive. Sampai consultant level cara pengembangannya lebih mirip ke spesialis. Jadi content knowledgenya dulu yang kita kasih ke dia sampai sampai project-project dan training-training yang sudah diatur”, ujar Yulia.
“Tapi begitu masuk ke manager arahnya sudah mulai ke generalis. Karena dia sudah jadi manager yang benar-benar definisi manager yang harus memanage team project. Di team project itu kan terdiri dari macam-macam pekerjaan seperti IT, data, human performance. Dia kan mesti expose ke masing-masing area itu biar dia bisa manage semuanya”, paparnya lagi.

Kembali lagi mengenai rotasi, Yulia melihat di perusahaan konsultan seperti PT Accenture memiliki pola pengembangan yang berbeda dengan perusahaan di luar bidang konsultan. “Kita nggak bisa bilang itu rotasi karena kerjaan kita consulting, dari project ke project. Setelah selesai mengerjakan satu project yang banyak mengerjakan A, kemudian mengerjakan project lain yang A nya sedikit dan mulai belajar mengenai B. Jadi bukan rotasi”.

Yulia mencoba membandingkan bahwa untuk perusahaan non-consulting, company tersebut mesti mendefinisikan mana yang core talent mereka yang memang nantinya ditargetkan apakah menjadi generalis atau spesialis. “Nah, orang ini yang kemudian diberi special treatment dalam hal development”.
Selain itu ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam rotasi yang dilakukan perusahaan. Yang pertama adalah orangnya tidak mau dirotasi. Yang kedua adalah atasannya yang tidak mau melepas anak buahnya. Menurut Yulia, hal itu terjadi karena kurangnya komunikasi dari manajemen.
“Kalau kita mau punya succession management, talent management yang benar secara sistem, kan mesti ada proper communication dari manajemennya. Jadi harus dikasih tahu kalau rotasi ini dilakukan dalam rangka pengembangan talent management atau succession management. Karena kalau komunikasinya kurang, orang jadi tidak tahu rotasi itu untuk apa”, tutup Yulia.(HR Magazine)(SPP).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar