KAMI MEMANG BUKAN YANG TERBESAR, TAPI KAMI AKAN BERUSAHA UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. SALAM SERIKAT PEGAWAI PINDAD

Kamis, 10 Juni 2010

Perusahaan Idaman: Seandainya Aku Bisa Bekerja di Sana...

PT Astra International Tbk. kini muncul sebagai perusahaan yang paling diidamkan para karyawan sebagai tempat bekerja. Namun, yang menarik, umumnya para karyawan sekarang lebih banyak mengidamkan bekerja di perusahaan migas. Tahun depan, peluang mereka bekerja di perusahaan idamannya masih cukup terbuka.

Duduk sebagai vice-president chief of corporate human resources & management development di perusahaan sebesar PT Astra International Tbk., F.X. Sri Martono menghadapi tugas yang tak ringan. Ia dituntut harus mampu berperan sebagai business partner dari chief executive officer Grup Astra. Artinya, ia harus dapat memastikan ketersediaan sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kebutuhan Grup Astra sebagai konglomerasi usaha yang bergerak di berbagai bidang bisnis, mulai dari otomotif, alat berat, agrobisnis, jasa keuangan, teknologi informasi, hingga infrastruktur. Terhadap seluruh karyawan Grup Astra yang berjumlah 120.000 orang—750 di antaranya adalah karyawan level staf—Sri Martono harus mampu mengupayakan setiap karyawan bisa berkontribusi secara produktif untuk meningkatkan kinerja dan daya saing perusahaan.

Namun, Sri Martono merasa beruntung. Tanggung jawabnya diperingan karena Astra telah lama memiliki sistem pengembangan SDM yang mapan. Sudah ada tatanan-tatanan yang mengatur karyawan dalam meniti karier tahap demi tahap di Astra. Tatanan-tatanan itu memberikan kesempatan yang sama dan terbuka lebar bagi seluruh karyawan untuk mengembangkan kariernya di Astra. “Paket kompensasi yang diberikan juga tak kalah bersaing dengan yang ada di pasar tenaga kerja,” ujar Sri Martono. Selain itu, tambahnya, karena Grup Astra memiliki banyak perusahaan, peluang menjajal bekerja di berbagai perusahaan milik Grup Astra pun terbuka lebar.

Dengan berbagai kelebihan itulah, Grup Astra kiranya layak difavoritkan banyak karyawan dari perusahaan lain sebagai tempat bekerja. Setidaknya hasil riset terbaru Warta Ekonomi tentang perusahaan idaman karyawan sebagai tempat bekerja (The Best Company to Work For) pun menunjukkan hal itu. Dari total responden sebanyak 1.103 karyawan level staf di berbagai perusahaan, PT Astra International Tbk. terpilih sebagai perusahaan paling diidamkan sebagai tempat bekerja. Alasan utamanya adalah karena Astra diyakini bisa memberikan gaji dan kesejahteraan yang lebih baik bagi para karyawannya dibanding perusahaan lain serta memiliki citra positif sebagai perusahaan besar. Karyawan level staf yang menjadi responden umumnya adalah profesional muda berusia 30 tahun ke bawah dan berpendidikan sarjana S-1. Mereka sebagian besar baru bekerja selama dua tahun, bergaji Rp2—3 juta sebulan, dan bekerja di bidang pemasaran dan administrasi.

Eddy S. Tjahja, direktur pengelola perusahaan perekrutan PT JobsDB Indonesia, mengemukakan bahwa Astra memang layak menjadi perusahaan idaman dari kacamata para pekerja. Ia melihat tipikal orang-orang yang bekerja di Astra adalah mereka yang menikmati bekerja di sana. “Usia kerja mereka cukup lama di sana,” tuturnya. Ia mencermati hal itu disebabkan Astra bisa memberikan social security yang baik bagi para pekerjanya, jelas aturan dan jenjang karier karyawannya, serta memberikan pekerjaan yang tidak terlalu kompleks atau lebih banyak fokus pada satu tugas, bukan multitask.

Perusahaan Idaman Lainnya

Setelah Astra, perusahaan-perusahaan besar lainnya seperti PT Unilever Indonesia Tbk., PT Telkom Tbk., dan PT Indosat Tbk. juga termasuk 10 besar perusahaan yang paling diidamkan sebagai tempat bekerja oleh para karyawan dari berbagai perusahaan. Umumnya perusahaan-perusahaan itu memiliki kelebihan-kelebihan yang sama seperti halnya PT Astra International Tbk. Mereka juga memiliki sistem pengembangan SDM yang mapan, memberikan berbagai macam program pengembangan SDM, memberikan kesempatan peningkatan jenjang karier yang sama dan terbuka, memberikan fasilitas kantor yang memadai, dan memberikan gaji bulanan di atas rata-rata pasar.

Menurut Josef Bataona, direktur SDM PT Unilever Indonesia Tbk., sistem pengembangan SDM yang mapan sangat bermanfaat baik bagi perusahaan maupun karyawan itu sendiri. Contohnya, semua anggota dewan direksi Unilever yang dari lokal dan 70% level manajemen Unilever di bawah direktur adalah berasal dari program management trainee Unilever yang sudah berjalan selama 20 tahun. Sistem pengembangan SDM yang mapan, papar Josef, mampu meminimalisasi elemen subjektivitas dalam evaluasi performa karyawan dan dapat segera mengidentifikasi hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan performa karyawan. “Kami tidak akan membiarkan karyawan jeblok terlebih dahulu, baru manajemen ngomong,” kata Josef.

Sementara itu, John Welly, direktur SDM PT Telkom Tbk., mengungkapkan lingkungan kerja yang kondusif dan fasilitas kerja yang memadai dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Misalnya, penyediaan fasilitas komputer yang dilengkapi dengan internet, e-mail, dan intranet membuat aktivitas surat-menyurat internal karyawan Telkom berjalan paperless. Fasilitas itu sekaligus juga merupakan sarana peningkatan kompetensi karyawan. “Dalam intranet Telkom telah tersedia site Knowledge Management untuk meningkatkan kompetensi yang bisa diakses seluruh karyawan,” ujar John.

S. Wimbo S. Hardjito, corporate services director PT Indosat Tbk., membenarkan kinerja karyawan dipengaruhi oleh suasana kantor dan sistem pengembangan SDM yang ada. “Dalam teori motivasi, motivasi terbesar karyawan bekerja adalah karena lingkungan kerjanya kondusif,” tutur Wimbo. Untuk itu, Indosat, di antaranya, telah menggunakan smart time, yaitu pegawai menentukan sendiri jam masuk dan jam pulang dengan jumlah jam kerja yang sama. Adanya sistem pengembangan SDM yang mapan di Indosat pun memungkinkan adanya standarisasi dan transparansi sehingga karyawan memiliki arahan yang jelas dan pasti, meniadakan istilah tempat “basah” dan “kering”, mengurangi kecemburuan dan intrik di kantor.

Perusahaan Migas Mendominasi

Menariknya, hasil riset Warta Ekonomi juga menunjukkan tren baru bahwa bisa bekerja di perusahaan migas sekarang banyak diidamkan umumnya para karyawan. Dari 20 besar perusahaan yang paling diidamkan sebagai tempat bekerja, ada tujuh perusahaan migas dan pertambangan yang mendominasi, yaitu PT Pertamina, PT Caltex Pacific Indonesia, Beyond Petroleum Indonesia, PT Freeport Indonesia, PT Schlumberger Indonesia, Total E&P Indonesie, dan Unocal Indonesia. Tren baru ini berbeda dengan tren hasil riset Warta Ekonomi tahun lalu. Tahun 2004, perusahaan-perusahaan di sektor konsumsi dan perbankan lebih banyak difavoritkan sebagai tempat bekerja. Perusahaan consumer goods PT Unilever Indonesia Tbk. pun muncul sebagai perusahaan yang paling diidamkan sebagai tempat bekerja.

Menurut Eddy S. Tjahja, minat besar ke perusahaan migas itu ada hubungannya dengan kenaikan harga minyak. Industri migas bisa dikatakan sebagai industri masa depan dan banyak perusahaan migas asing yang akan masuk ke Indonesia. Artinya, perusahaan migas bakal menyerap cukup banyak tenaga kerja. “Ini memang cerminan dari keadaan ekonomi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,” tandasnya.
Peluang Bekerja di Perusahaan Idaman

Lantas, adakah peluang bagi para karyawan di level staf untuk bisa bekerja di perusahaan idamannya tahun depan? Hasil survei terbaru Danareksa Research Institute (DRI) tentang Indeks Sentimen Bisnis selama Agustus—September 2005 setidaknya memberikan kabar baik. Hasil survei itu mengemukakan walaupun umumnya para chief executive officer (CEO) perusahaan besar bersikap pesimistis terhadap prospek bisnis di Indonesia sepanjang tahun 2006, mereka tetap yakin bahwa perusahaannya dapat mengatasi kesulitan ekonomi yang terjadi. Jadi, kendati terjadi peningkatan tekanan biaya, para CEO itu tetap berencana menambah jumlah pegawai atau merekrut pegawai baru.

Hanya saja, yang diperlu diperhatikan, rencana perekrutan perusahaan-perusahaan idaman itu berbeda-beda. PT Astra International Tbk., misalnya, lebih mengutamakan mencari kader-kader profesionalnya dengan cara “jemput bola” ke kampus-kampus perguruan tinggi. “Bahkan hingga ke universitas-universitas ternama di luar negeri,” ungkap Sri Martono. Sekitar 70%—80% kebutuhan staf di Astra dipenuhi dengan cara proaktif seperti itu dan sisanya didapat dari proses normatif seperti dari hasil iklan lowongan kerja di media massa.

Lain lagi rencana perekrutan di PT Unilever Indonesia Tbk. Menurut Josef Bataona, selama lima tahun terakhir, Unilever Indonesia merekrut karyawan baru level staf rata-rata sebanyak 30—35 orang. “Yang unik, mulai tahun 2005, kami lebih mencari talent yang bisa bekerja cepat di level lokal, regional, dan global dalam tim virtual,” ujarnya.

Sementara itu, PT Telkom Tbk. pada 2006 masih menerapkan kebijakan negative growth untuk pertumbuhan jumlah karyawan. Kebijakan ini juga telah diberlakukan pada 2005 sehingga jumlah perekrutan Telkom tahun ini hanya sebesar 20% dari yang exit. “Tahun depan perekrutan difokuskan untuk karyawan baru di bidang teknologi informasi, teknologi telekomunikasi, dan marketing & business,” ujar John Welly.
Akan halnya PT Indosat Tbk., walaupun setiap tahun rata-rata merekrut karyawan tetap sekitar 100—150 orang, ke depan, kebijakan perekrutannya akan makin lebih spesifik. Indosat akan lebih banyak memilih merekrut karyawan yang bersertifikasi yang menunjukkan karyawan itu memang memiliki kompetensi di bidangnya. “Ke depan, pola ini akan segera kami terapkan,” tutur S. Wimbo S. Hardjito. Jadi, peluang bagi para karyawan untuk bisa bekerja di perusahaan idaman sebenarnya masih cukup terbuka, cuma mesti mempersiapkan diri sebaik mungkin. (SPP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar