KAMI MEMANG BUKAN YANG TERBESAR, TAPI KAMI AKAN BERUSAHA UNTUK MENJADI YANG TERBAIK. SALAM SERIKAT PEGAWAI PINDAD

Minggu, 02 Mei 2010

Adilnya Timbangan

Banyak yang dibenahi Pertamina. Salah satu hal yang paling disorot oleh pekerja Pertamina adalah perlunya pembenahan reward and consequences. Maka kini diterapkan sistem baru penilaian kinerja setiap pekerja. Sistem penilaian yang disebut People Review tahun 2008 ini diterapkan di Kantor Pusat untuk level Asisten Manajer ke atas. Sedangkan di Unit-unit Operasi People Review diterapkan untuk level Manajer dan Kepala Bagian ke atas. Sementara untuk level di bawah Asisten Manajer di Kantor Pusat serta di bawah Manajer dan Kepala Bagian di Unit-unit Operasi, akan menggunakan SMK yang disempurnakan. Namun semuanya sama, yaitu berdasarkan azas keadilan dan proporsionalitas.

Bukan zamannya lagi pekerja Pertamina satu sama lain menerima insentif sama rata dan sama jumlah. Bukan zamannya lagi promosi jabatan di Pertamina berdasarkan senioritas alias "urut kacang." Pntar Goblok Pendapatan Sama (PGPS) dan Rajin Santai Pendapatan Sama (RSPS) sedang dipupus dari budaya lama Pertamina.

Dalam manajemen SDM di setiap perusahaan (mapan) pasti ada sistem reward and consequences (dulu lebih dikenal sebagai reward and punishment), karena dalam kehidupan perusahaan pasti harus ada apa yang menjadi kewajiban pekerja dan apa yang menjadi hak pekerja. Kewajiban perusahaan dan hak perusahaan. Sistem reward and consequences bisa saja didefinisikan sebagai pemberian penghargaan dan konsekuensi atau sanksi dari perusahaan yang dikaitkan dengan hasil kinerja - baik fungsi maupun individu - serta efektivitas kepemimpinannya.

Pertamina dalam dua tahun terakhir sudah menerapkan sistem baru reward and consequences. Ada dua jenis, yaitu People Review dan SMK yang disempurnakan. Inti perbedaan dengan sistem lama, penilaian dilakukan tidak hanya oleh satu orang - yaitu atasan langsung - saja tetapi melalui proses collective adjudgement alias keputusan bersama.

Sejak 2007 telah diterapkan sistem baru bernama People Review untuk L3 (Manajer) di Kantor Pusat dan General Manager (setingkat L2) di Unit-unit Operasi. Saat ini People Review diterapkan dari mulai L4 (Asisten Manajer, Analis Utama, dan Ahli Utama) untuk di Kantor Pusat. Sedangkan di Unit-unit Operasi diterapkan mulai dari Manajer dan Kepala Bidang (setingkat L4).

Untuk level-level di bawah itu - yaitu L5 ke bawah untuk Kantor Pusat; dan Kepala Bagian/ Asisten Manajer di Unit Operasi - menggunakan Sistem Manajemen Kinerja (SMK) pola baru.

Walaupun berbeda sistem penilaiannya, tetapi semangatnya tetap sama, yaitu membedakan mereka yang berkinerja baik dengan mereka yang berkinerja buruk. "Caranya berbeda tapi filosofinya sama," ujar VP SDM Mamad amad Samadi kepada WeP eP ePe yang mewawancarainya 26 Februari 2008 lalu di ruang kerjanya.

"PGPS" TAK ADA LAGI TEMPAT

Logikanya, ketika pekerja menjalankan kewajiban dan menuai prestasi maka pekerja yang bersangkutan harus diberi penghargaan atau imbalan secara proporsional, baik gaji, bonus atau insentif, jasa produksi, tunjangan-tunjangan lain, atau apapun istilahnya.

Di Pertamina soal kesejahteraan pekerja termasuk baik dan malah menurut survei sebuah majalah ekonomi jadi incaran para pencari kerja. Malah sistem meritokrasi dan lain sebagainya oleh konsultan dari AS, Boston Consulting Group (BCG) dianggap memberikan zona nyaman dan aman (comport zone) bagi seluruh pekerja.

Padahal di perusahaan dunia seperti General Electric, setiap tahun pasti ada sejumlah pekerja yang dikeluarkan dari perusahaan.

Mereka yang di-PHK di GE tidak marah karena aturannya jelas dan disepakati yang intinya mendasarkan diri pada kinerja. Hanya pekerja yang berkinerja baik dengan standar tertentu yang bisa dipertahankan di perusahaan. SDM adalah resources yang penting bagi kemajuan perusahaan. Sebaik apapun sistem, pasti kembali ke kualitas SDM-nya. Sedangkan kualitas SDM tergantung daripada strategi perusahaan dalam pengembangan SDM-nya.

Pertamina terus menyempurnakan sistem meritokrasi dan renumerasi bagi pekerjanya. Semangat yang itonjolkan Pertamina adalah meaningful differentiation. Adanya pembedaan yang jelas antara mereka yang berprestasi, berkinerja baik, dan memberik kontribusi bagi perusahaan dengan pekerja yang berkinerja buruk.

Semangat ini sangat fair dan proporsional, karena memperhatikan hak kedua belah pihak, baik hak pekerja maupun hak perusahaan. Dan itu harus didahului oleh kewajiban pekerja dan kewajiban perusahaan.

Dengan kata lain, Pertamina saatnya untuk menuntut hak dari setiap pekerjanya untuk bekerja sesuai KPI atau target kinerja yang telah ditetapkan dan disepakati. Manakala pekerja itu memberikan kinerjanya terbaiknya, maka Pertamina berkewajiban memberikan reward yang pantas baik dalam bentuk insentif maupun promosi.

"Kalau sekarang ada seorang Manajer atau VP yang digeser pasti berkaitan dengan kinerja mereka yang buruk. Kalau Anda mendengar ada orang yang dipromosikan ke posisi lebih baik, berarti dia memang berkinerja baik," jelas VP SDM Mamad Samadi memberi contoh.

Sebelumnya Dirut Pertamina Ari H. Soemar Soemarno no pernah mengingatkan bahwa se luruh pekerja Pertamina harus mendukung transformasi. "Kalau tidak mendukung, Saudara akan tersingkir dan akan disingkirkan," tegasnya. Apa yang sedang dikerjakan Direksi sekarang adalah membenahi Pertamina tanpa kompromi. "Kalau Pertamina tidak berubah, maka Pertamina akan tenggelam," kata Dirut suatu kesempatan.

Momentum penyegaran di tubuh Direksi baru-baru ini bagaimanapun mendorong transformasi Pertamina lebih kuat. Momentum ini akan menurun (cascading) sampai ke jajaran terbawah. Bahwa hanya mereka yang berkinerja baik yang akan bertahan dalam posisi aman di Pertamina.

Sekarang tak kurang ada 146 posisi jabatan critical yang harus diisi oleh potensi-potensi leader masa depan Pertamina. Program TLE (Transformation Leadership Engine) telah menujukkan keseriusan Pertamina menyiapkan pemimpin masa depan sebuah perusahaan migas kelas dunia. Program kaderisasi dalam TLE sudah memasuki angkatan kedua. Tetapi sejak awal diwanti-wanti, bahwa anggota TLE yang sudah masuk pool tidak serta-merta aman dan langsung meluncur mendapatkan posisi sebagai pimpinan. Mereka akan terus dipantau kinerjanya.

Jika pada perkembangannya memburuk, maka yang bersangkutan akan terpental dari pool dan digantikan dengan pekerja lain yang berkinerja moncer. Pertamina memang mengelus-elus calon pimpinan masa depannya. Tetapi jangan khawatir bagi mereka yang tidak berbakat sebagai pemimpin. "Tidak semua orang mempunyai bakat manajerial dan leadership. Sebetulnya bagi orang yang tidak berbakat memimpin diberi kesempatan menjadi ahli," jelas Rukmi ukmi H Hadi- adi- adihar har hartini tini (saat itu dalam kapasitas sebagai Deputi Direktur Pengembangan SDM dan Organisasi).

Kepada WeP eP ePe yang mewawancarainya beberapa hari menjelang diberi kepercayaan menjadi Direktur Pengolahan, bahwa Pertamina membutuhkan profesional di bidangnya, sehingga mereka bisa lebih fokus dan mendalam di bidang tersebut.

"Dan itu menggunakan jalur professional leader. Kenaikannya berdasarkan tingkat kedalaman ilmunya yang dinilai dengan kenaikan tingkat komptensi. Itu ada alat ukurnya," jelasnya. Makin tinggi ilmunya, tambah Rukmi, pekerja tersebut semakin luas pengalamannya. Maka pekerja tersebut akan mendapatkan point, sehingga dia bisa naik sebagai spesialis, di mana posisi tertinggi gajinya bisa saja selevel Vice President.

ASPIRASI PEKERJA

Munculnya reward and consequences consequences yang baru di Pertamina berasal dari sebuah survei yang dilakukan fungsi Pengembangan Organisasi dan SDM akhir November 2006. Survei profil kinerja yang disebut Organizational Performance Profile (OPP) antara lain menghasilkan aspirasi para pekerja bahwa mereka umumnya tidak puas dengan sistem reward and consequences yang berlaku selama ini di Pertamina. Subyektivitas, faktor kedekatan, dan ketidakadilan banyak mewarnai penilaian. Istilah PGPS menjadi ‘ungkapan cemooh' yang diproteskan sebagian pekerja terhadap keadaan itu.

Tetapi menurut Rukmi Hadi Hartini, sebenarnya sistem imbalan dan konsekuensi itu sudah mulai diperbaiki ke arah penerapan KPI (Key Performance Indicator) sejak 2002. Saat itu bukan main tidak mudahnya pimpinan Pertamina menerapkan budaya pencapaian target, kontrak kerja, atau kontrak manajemen. "Orang terbiasa dengan cara kerja apa adanya," katanya.

Saat itu akrab kemudian akrab dengan istilah SMK (Sistem Manajemen Kinerja) di mana setiap pekerja diberi nilai dengan kisaran nilai 1-8. Dan yang menilai adalah hanya atasan langsung. Banyak orang yang tidak puas dengan sistem ini, karena unsur subjektivitas sangat sulit dihindari. "Saat itu budaya kasihan minded masih kuat," ujar VP SDM Mamad Samadi. Banyak atasan yang memberikan nilai dengan dasar "kasihan" sehingga muncullah nilai standar 4, 5, 6, dan 7. Sungguh sulit ditemukan nilai 1, 2, dan 3, serta 8. Kurva penilaian menjadi tidak normal. Masak sih tidak ada yang jelek?

Atau tidak ada yang excellence?

Ketika diterapkan sistem People Review tahun 2006 untuk level Manager ke atas di Kantor Pusat dan GM di Unit-unit Operasi, kurva penilaian itu mulai berubah (lihat hat Gr Grafi fi fik). People Review ini yang sekarang (2008) diterapkan, baik di Kantor Pusat maupun di Unitunit Operasi. Sedangkan untuk level di bawah Asisten Manajer (Kantor Pusat) dan di bawah Manajer atau Kepala Bagian (Unit-unit Operasi) memakai SMK seperti biasanya, tetapi telah disempurnakan.

Kenapa tidak sekalian People Review di seluruh level? "Mereka kan pekerjaannya rutin, sehingga perlu kita kaji lagi, apakah mereka perlu dilakukan people review seperti yang dilakukan oleh Asisten Manager? Ini masih dalam kajian," jelas Mamad Samadi.

Fungsi SDM Korporat menargetkan"People Review dan SMK yang disempurnakan harus bisa diterapkan tahun 2008 ini. Setidaknya pada Juli 2008 ini sudah bisa dipakai. Memerlukan kecepatan. Bagaimanapun, kebijakan pengembangan SDM tidak bisa ditangani asal-asalan dan apa adanya. Tak bisa ditangani dengan speed di jalur normal atau malah jalur lambat. Pengembangan SDM Pertamina harus diasumsikan sebagai pengembangan SDM-SDM untuk perusahaan minyak dan gas bumi kelas dunia.

Secara umum Direktur Umum dan SDM Waluy aluy aluyo memaparkan bahwa Pertamina harus bergerak tidak dengan gerakan normal. Dengan posisi ke-30 dari jajaran perusahaan migas kelas dunia dan ingin menjadi perusahaan kelas dunia, Waluyo mengajak bekerja lebih keras dan lebih cerdas.

"We have to work harder! We have to work smarter!" tegas Waluyo dalam acara membuka Up Skilling HR Facilities for Reward & Consequences, di Lt. 21 Kantor Pusat, Selasa (18/3).

BERBASIS KINERJA

Sistem reward and consequences yang baru berbasis kinerja alias prestasi kerja. Semua diukur dengan pencapaian kinerja. People Review baru diterapkan sejak 2007 dan penerapannya terus diperluas dan disempurnakan pada tahun 2008 ini. Landasan penilaian untuk People Review adalah KPI dan Leadership Behavior. Dua unsur ini yang menjadi bahan pembahasan dalam forum review kinerja.

Dirut Pertamina Ari H. Soemarno menjamin subyektivitas bisa diminimalisasi karena sistem penilaian dan evaluasi kinerja setiap pekerja dilakukan dengan sistem review 360° sehingga kelihatan kemampuan-kemampuannya.

Ari menjelaskan pengalaman masa lalu-nya di mana masih dirasakan subyektivitas penilaian. "Karena pendekatan kekuasaan dan sebagainya masih kuat. Sekarang tidak," ungkapnya. Harapan terbesar Pertamina dengan penerapan sistem baru reward and consequences ini adalah terwujudnya fairness dan proporsinoal review untuk menilai kinerja seluruh pekerja biasa dan level pimpinan. Menurut Fauzan auzan dari fungsi Pengembangan Kebijakan SDM, jika telah diterapkannya sistem penilaian yang baru baik People Review maupun SMK yang disempurnakan, maka kurva penilaian seluruh pekerja akan terbentuk normal.

Menurutnya, dari situ akan terbentuk siapa pekerja yang kinerjanya terbaik, kinerja menengah, dan kinerja terbawah. Akan ada pemetaan kinerja seluruh pekerja.• NS (SPP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar