Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari organisasi, maupun dari individu sendiri. Dalam perkembangannya affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment , masing-masing memiliki pola perkembangan tersendiri (Allen & Meyer, 1997).
Proses terbentuknya Affective commitment
Ada beberapa penelitian mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan tiga kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu :
a. Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi (bateman & Strasser, 1984; Morris & Steers, 1980), adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu (Allen & Meyer, 1997). Dalam penelitian ini karakteristik organisasi gereja yang dilihat adalah aliran gereja yang digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam gereja tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi gereja.
b. Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian (Aven, Parker, & McEvoy; Mathieu &Zajac dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri (Allen & Meyer, 1993), organizational tenure (Cohen; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997), status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan persepsi individu mengenai kompetensinya (Allen & Meyer, 1997)
c. Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu (Hackman & Oldham, 1980 dalam Allen & Meyer, 1997). Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu. Selain itu peran individu dalam organisasi tersebut (Mathieu & Zajac, 1990 dalam Allen & Meyer, 1997) dan hubungannya dengan atasan. Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam gereja tersebut dan juga interaksinya dengan anggota gereja lain seperti pemimpinnya.
Proses terbentuknya Continuance commitment
Continuance commitment dapat berkembang karena adanya berbagai tindakan atau kejadian yang dapat meningkatkan kerugian jika meninggalkan organisasi. Beberapa tindakan atau kejadian ini dapat dibagi ke dalam dua variable, yaitu investasi dan alternatif. Selain itu proses pertimbangan juga dapat mempengaruhi individu (Allen & Meyer, 1997).
Investasi termasuk sesuatu yang berharga, termasuk waktu, usaha ataupun uang, yang harus individu lepaskan jika meninggalkan organisasi. Sedangkan alternatif adalah kemungkinan untuk masuk ke organisasi lain. Proses pertimbangan adalah saat di mana individu mencapai kesadaran akan investasi dan alternatif, dan bagaimana dampaknya bagi mereka sendiri (Allen & Meyer, 1997).
Investasi dan alternatif yang dialami individu dalam organisasi gereja berbeda dengan organisasi lain. Investasi dan alternatif yang terjadi lebih terkait dengan kegiatan-kegiatan khas gereja dibandingkan keuntungan materi atau kedudukan yang bisa didapat dari organisasi profit biasa.
Proses terbentuknya Normative commitment
Wiener (Allen & Meyer, 1997) menyatakan normative commitment terhadap organisasi dapat berkembang dari sejumlah tekanan yang dirasakan individu selama proses sosialisasi (dari keluarga atau budaya) dan selama sosialisasi saat individu baru masuk ke dalam organisasi. Selain itu normative commitment juga berkembang karena organisasi memberikan sesuatu yang sangat berharga bagi individu yang tidak dapat dibalas kembali (Allen & Meyer; Scholl dalam Allen & Meyer, 1997). Faktor lainnya adalah adanya kontrak psikologis antara anggota dengan organisasinya (Argyris; Rousseau; Schein dalam Allen & Meyer, 1997). Kontrak psikologis adalah kepercayaan dari masing-masing pihak bahwa masing-masing akan timbal balik memberi.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen dalam berorganisasi karakteristik pribadi individu, karakteristik organisasi, dan pengalaman selama berorganisasi (Allen & Meyer, 1997). Yang termasuk ke dalam karakteristik organisasi adalah struktur organisasi, desain kebijaksanaan dalam organisasi, dan bagaimana kebijaksanaan organisasi tersebut disosialisasikan. Karakteristik pribadi terbagi ke dalam dua variabel, yaitu variabel demografis; dan variabel disposisional. Variabel demografis mencakup gender, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, dan lamanya seseorang bekerja pada suatu organisasi. Dalam beberapa penelitian ditemukan adanya hubungan antara variabel demografis tersebut dan komitmen berorganisasi, namun ada pula beberapa penelitian yang menyatakan bahwa hubungan tersebut tidak terlalu kuat (Aven Parker, & McEvoy; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997).
Variabel disposisional mencakup kepribadian dan nilai yang dimiliki anggota organisasi (Allen & Meyer, 1997). Hal-hal lain yang tercakup ke dalam variabel disposisional ini adalah kebutuhan untuk berprestasi dan etos kerja yang baik (Buchanan dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu kebutuhan untuk berafiliasi dan persepsi individu mengenai kompetensinya sendiri juga tercakup ke dalam variabel ini. Variabel disposisional ini memiliki hubungan yang lebih kuat dengan komitmen berorganisasi, karena adanya perbedaan pengalaman masing-masing anggota dalam organisasi tersebut (Allen & Meyer, 1997).
Sedangkan pengalaman berorganisasi tercakup ke dalam kepuasan dan motivasi anggota organisasi selama berada dalam organisasi, perannya dalam organisasi tersebut, dan hubungan antara anggota organisasi dengan supervisor atau pemimpinnya (Allen & Meyer, 1997). (SPP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar